Sabtu, 14 April 2012

jenis jenis kambing peternak di Indonesia


1. Kambing kacang

Kambing kacang adalah ras unggul kambing yang pertama kali dikembangkan di Indonesia. Badannya kecil. Tinggi gumba pada yang jantan 60 sentimeter hingga 65 sentimeter, sedangkan yang betina 56 sentimeter. Bobot pada yang jantan bisa mencapai 25 kilogram, sedang yang betina seberat 20 kilogram. Telinganya tegak, berbulu lurus dan pendek. Baik betina maupun yang jantan memiliki duatanduk yang pendek.
Kambing kacang merupakan kambing lokal Indonesia, memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi alam setempat serta memiliki daya reproduksi yang sangat tinggi. Kambing kacang jantan dan betina keduanya merupakan tipe kambing pedaging.

Karakteristik:
  1. Tubuh kambing relatif kecil dengan kepala ringan dan kecil.
  2. telinga pendek dan tegak lurus mengarah ke atas depan.
  3. pada umumnya memiliki warna bulu tungga yakni: putih, hitam dan coklat, serta adakalnya campuran dari ketiganya.
  4. kambing jantan maupun betina meiliki tanduk.
  5. Berat tubuh jantan dewasa dapat mencapai 30 Kg, serta betina dewasa mencapai 25 Kg.
  6. memiliki bulu pendek pada seluruh tubuh, kecuali pada ekor dan dagu, pada kambing jantan juga tumbuh bulu panjang sepanjang garis leher, pundak dan punggung sampai ekor dan pantat.

2.  Kambing Etawa

Kambing Etawa didatangkan dari India yang disebut kambing Jamnapari. Badannya besar, tinggi gumba yang jantan 90 sentimeter hingga 127 sentimeter dan yang betina hanya mencapai 92 sentimeter. Bobot yang jantan bisa mencapai 91 kilogram, sedangkan betina hanya mencapai 63 kilogram. Telinganya panjang dan terkulai ke bawah. Dahi dan hidungnya cembung. Baik jantan maupun betina bertanduk pendek. Kambing jenis ini mampu menghasilkan susu hingga tiga liter per hari. Keturunan silangan (hibrida) kambing Etawa dengan kambing lokal dikenal sebagai sebagai kambing “Peranakan Etawa” atau “PE”. Kambing PE berukuran hampir sama dengan Etawa namun lebih adaptif terhadap lingkungan lokal Indonesia.

3.  Kambing Jawarandu



Kambing Jawa Randu memiliki nama lain Bligon, Gumbolo, Koplo dan Kacukan. Merupakan hasil silangan dari kambing peranakan ettawa dengan kambing kacang, sifat fisik kacang lebih dominan. Baik jantan atupun betina merupakan tipe pedaging.

Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memliki ciri separuh mirip kambing Etawa dan separuh lagi mirip kambing Kacang. Kambing ini dapat menghasilkan susu sebanyak 1,5 liter per hari.

Karakteristik:
  1. Memiliki tubuh lebih kecil dari kambing ettawa, dengan bobot kambing jantan dewasa dapat lebih dari 40 Kg, sedangkan betina dapat mencapai bobot 40 Kg.
  2. Baik jantan maupun betina bertanduk.
  3. Memiliki telinga lebar terbuka, panjang dan terkulai.

4. Kambing Saanen

Kambing Saenen berasal dari Saenen, Swiss. Baik kambing jantan maupun betinanya tidak memliki tanduk. Warna bulunya putih atau krem pucat. Hidung,telinga dan kambingnya berwarna belang hitam. Dahinya lebar, sedangkan telinganya berukuran sedang dan tegak. Kambing ini merupakan jenis kambing penghasil susu.
Berasal dari lembah Saanen Swiss bagian barat. Merupakan jenis kambing terbesar di Swiss. Sulit berkembang di wilayah tropis karena kepekaannya terhadap matahari. Ciri-ciri telinga tegak dan mengarah ke depan, bulu dominan putih, kadang2 ditemui bercak hitam pada hidung, telinga atau ambing. Produksi susu 740 kg/ms laktasi.Di Indonesi jenis kambing ini di silangkan lagi denga jenis kambing lain yang lebih resisten terhadap cuaca tropis, misalnya dengan jenis etawa.
5.  KAMBING MARICA
Kambing Marica adalah suatu variasi lokal dari Kambing Kacang
Kambing Marica yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu genotipe kambing asli Indonesia yang menurut laporan FAO sudah termasuk kategori langka dan hampir punah (endargement). Daerah populasi kambing Marica dijumpai di sekitar Kabupaten Maros, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Sopeng dan daerah Makassar di Propinsi Sulawesi Selatan. Kambing Marica punya potensi genetik yang mampu beradaptasi baik di daerah agro-ekosistem lahan kering, dimana curah hujan sepanjang tahun sangat rendah. Kambing Marica dapat bertahan hidup pada musim kemarau walau hanya memakan rumput-rumput kering di daerah tanah berbatu-batu.Ciri yang paling khas pada kambing ini adalah telinganya tegak dan relatif kecil pendek dibanding telinga kambing kacang. Tanduk pendek dan kecil serta kelihatan lincah dan agresif.
6.  KAMBING SAMOSIR
Berdasarkan sejarahnya kambing ini dipelihara penduduk setempat secara turun temurun di Pulau Samosir, di tengah Danau Toba, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Kambing Samosir pada mulanya digunakan untuk bahan upacara persembahan pada acara keagamaan salah satu aliran kepercayaan aninisme (Parmalim) oleh penduduk setempat. Kambing yang dipersembahkan harus yang berwama putih, maka secara alami penduduk setempat sudah selektif untuk memelihara kambing mereka mengutamakan yang berwarna putih. Kambing Samosir ini bisa menyesuaikan diri dengan kondisi ekosistem lahan kering dan berbatu-batu, walaupun pada musim kemarau biasanya rumput sangat sulit dan kering. Kondisi pulau Samosir yang topografinya berbukit, ternyata kambing ini dapat beradaptasi dan berkembang biak dengan baik.
Penelitian terhadap kambing spesifik lokal yang ada di Kabupaten Samosir Sumatera Utara dilakukan untuk mengetahui karakteristik morfologik tubuh. Pengamatan ini dilakukan secara langsung dilapangan melalui pengukuran morfologik tubuh. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif. Dari hasil yang diperoleh karakteristik morfologik tubuh kambing dewasa yaitu rataan bobot badan betina 26,23 kurang lebih 5,27 kg; panjang badan 57,61 kurang lebih 5,33 cm; tinggi pundak 50,65 kurang lebih 5,28 cm; tinggi pinggul 53,22 kurang lebih 5,43 cm; dalam dada 28,67 kurang lebih 4,21 cm dan lebar dada 17,72 kurang lebih 2,13 cm. Berdasarkan ukuran morfologik tubuh, bahwa kambing spesifik lokal Samosir ini hampir sama dengan kambing Kacang yang ada di Sumatera Utara, yang membedakannya terhadap kambing Kacang yaitu penotipe warna tubuh yang dominan putih dengan hasil observasi 39,18% warna tubuh putih dan 60,82% warna tubuh belang putih hitam. Dari warna belang putih hitam didapatkan rataan sebaran warna berdasarkan luasan permukaan tubuh 92,68% kurang lebih 4,23% warna putih dan 7,32 kurang lebih 4,11% warna hitam. Jenis kambing jantan berwarna putih sangat diperlukan untuk acara ritual dan adat kebudayaan setempat (parmalim). Pemberian nama kambing Samosir pada saat ini masih secara lokal dan dikenal dengan nama Kambing Putih atau Kambing Batak. Kata Kunci: Morfologik Tubuh, Spesifik Lokal Samosir
7. KAMBING MUARA
Kambing Muara dijumpai di daerah Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara di Propinsi Sumatera Utara. Dari segi penampilannya kambing ini nampak gagah, tubuhnya kompak dan sebaran warna bulu bervariasi antara warna bulu coklat kemerahan, putih dan ada juga berwarna bulu hitam. Bobot kambing Muara ini lebih besar dari pada kambing Kacang dan kelihatan prolifik. Kambing Muara ini sering juga beranak dua sampai empat sekelahiran (prolifik). Walaupun anaknya empat ternyata dapat hidup sampai besar walaupun tanpa pakai susu tambahan dan pakan tambahan tetapi penampilan anak cukup sehat, tidak terlalu jauh berbeda dengan penampilan anak tunggal saat dilahirkan. Hal ini diduga disebabkan oleh produksi susu kambing relatif baik untuk kebutuhan anak kambing 4 ekor.
8. KAMBING KOSTA
Lokasi penyebaran kambing Kosta ada di sekitar Jakarta dan Propinsi Banten. Kambing ini dilaporkan mempunyai bentuk tubuh sedang, hidung rata dan kadangkadang ada yang melengkung, tanduk pendek, bulu pendek. Kambing ini diduga terbentuk berasal dari persilangan kambing Kacang dan kambing Khasmir (kambing impor). Hasil pengamatan, ternyata sebaran warna dari kambing Kosta ini adalah coklat tua sampai hitam. Dengan presentase terbanyak hitam (61 %), coklat tua (20%), coklat muda (10,2%), coklat merah (5,8%), dan abu-abu (3,4%). Pola warna tubuh umumnya terdiri dari 2 warna, dan bagian yang belang didominasi oleh warna putih.
Kambing Kosta terdapat di Kabupaten Serang, Pandeglang, dan disekitarnya serta ditemukan pula dalam populasi kecil di wilayah Tangerang dan DKI Jakarta.
Selama ini masyarakat hanya mengenal Kambing Kacang sebagai kambing asli Indonesia, namun karena bentuk dan performa Kambing Kosta menyerupai Kambing Kacang, sering sulit dibedakan antara Kambing Kosta dengan Kambing Kacang, padahal bila diamati secara seksama terdapat perbedaan yang cukup signifikan.
Salah satu ciri khas Kambing Kosta adalah terdapatnya motif garis yang sejajar pada bagian kiri dan kanan muka, selain itu terdapat pula ciri khas yang dimiliki oleh Kambing Kosta yaitu bulu rewos di bagian kaki belakang mirip bulu rewos pada Kambing Peranakan Ettawa (PE), namun tidak sepanjang bulu rewos pada Kambing PE dengan tekstur bulu yang agak tebal dan halus. Tubuh Kambing Kosta berbentuk besar ke bagian belakang sehingga cocok dan potensial untuk dijadikan tipe pedaging.
Saat ini populasi Kambing Kosta terus menyusut, walaupun data yang pasti untuk populasi Kambing Kosta tidak diketemukan, namun perkiraan populasinya di Provinsi Banten hanya tinggal ratusan ekor saja (500-700 ekor).
9. KAMBING GEMBRONG
Asal kambing Gembrong terdapat di daerah kawasan Timur Pulau Bali terutama di Kabupaten Karangasem. Ciri khas dari kambing ini adalah berbulu panjang. Panjang bulu sekitar berkisar 15-25 cm, bahkan rambut pada bagian kepala sampai menutupi muka dan telinga. Rambut panjang terdapat pada kambing jantan, sedangkan kambing Gembrong betina berbulu pendek berkisar 2-3 cm. Warna tubuh dominan kambing Gembrong pada umumnya putih (61,5%) sebahagian berwarna coklat muda (23,08%) dan coklat (15,38%). Pola warna tubuh umumnya adalah satu warna sekitar 69,23% dan sisanya terdiri dari dua warna 15,38% dan tiga warna 15,38%. Rataan litter size kambing Gembrong adalah 1,25. Rataan bobot lahir tunggal 2 kg dan kembar dua 1,5 kg. Tingkat kematian prasapih 20%.
Asal usul kambing gembrong belum bisa dipastikan. Ada yang menduga kambing tersebut merupakan persilangan antara kambing Kashmir dengan kambing Turki. Dugaan ini didasarkan pada ciri-ciri fisik kambing yang hampir mirip dengan kambing gembrong.
Dua jenis kambing itu masuk ke Bali dari luar negeri sebagai hadiah untuk seorang bangsawan Bali. Dari persilangan dua kambing itulah kambing gembrong muncul. Kambing itu berkembang hingga beranak pinak. Tetapi, cerita ini juga masih simpang siur. Soal asal usul kambing itu masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
“Kambing gembrong sangat unik. Kambing ini dulunya banyak hidup di daerah pantai di Kabupaten Karangasem. Nelayan sering memotong bulunya yang panjang lalu diikatkan ke kail untuk menangkap ikan,” kata Ketua Yayasan Bali Tekno Hayati yang juga peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Bali, Suprio Guntoro.
Kajian ilmiah soal “khasiat” bulu kambing itu hingga bisa mengundang ikan datang memang belum diketahui secara persis. Para nelayan setempat berkeyakinan, bulu yang ditaruh dekat kail itu bercahaya hingga mengundang ikan berdatangan.
Ikan yang hiruk pikuk di dekat bulu itu akan tersangkut mata kail yang letaknya tak jauh dari bulu kambing itu. Tanpa pakan, nelayan dengan mudah mendapat ikan. Cara ini sudah dikenal lama dan masih digunakan nelayan setempat.
IHWAL makin punahnya kambing itu diduga disebabkan oleh banyak hal. Ada yang menyebutkan bermula dari kepercayaan nelayan yang berkeyakinan bahwa bila kambing jantan sering dikawinkan dengan kambing betina akan menyebabkan bulunya rontok.
Mereka berusaha mencegah kambing jantan itu mengawini kambing betina agar bulunya tetap lebat. Maklum saja, mereka berusaha mendapatkan bulu itu karena harganya sangat mahal, bahkan hingga mencapai Rp 400.000 per kilogram. Tentu saja nelayan berusaha agar bulu kambing itu tetap lebat.
“Akibatnya regenerasi kambing gembrong ini sangat lambat, hingga sekarang tinggal sedikit. Kita sudah berupaya dengan memberi penyuluhan kepada penduduk bahwa tidak benar kalau sering kawin bisa mengakibatkan bulu rontok,” kata Guntoro.
Upaya penyuluhan terus dilakukan, tetapi masih saja ada masyarakat yang percaya dengan keyakinan itu hingga menyulitkan upaya pelestarian kambing itu. Keyakinan itu masih melekat di kalangan pemilik kambing.
Makin punahnya kambing itu juga diakibatkan desakan ekonomi nelayan setempat. Para nelayan yang umumnya miskin dengan mudah menjual kambing itu ke tukang jagal karena desakan ekonomi. Misalnya ketika anak harus sekolah, mereka terpaksa menjual kambing itu untuk biaya sekolah anak-anak mereka.
Ada juga yang menyebutkan, dengan bulu yang lebat hingga menutup bagian kepala, menjadikan kambing ini mudah punah. Alasannya, kambing ini kesulitan untuk makan akibat mata dan mulutnya tertutup oleh bulu. Kesulitan ini mengakibatkan makanan sulit masuk ke mulut hingga tidak bisa menerima masukan gizi yang memadai. Akibatnya, kambing mudah terserang penyakit hingga mati. Semua penyebab ini mungkin saja saling berkait hingga makin memperparah kepunahan kambing tersebut. Tanpa disadari kambing itu terus berkurang.
UPAYA untuk melestarikan kambing gembrong ini belum dilakukan secara serius. Dari tahun ke tahun belum ada pihak yang mau melestarikan hewan ini, bahkan nyaris terlupakan dan tidak mendapat perhatian.
Pada mulanya, Yayasan Bali Tekno Hayati yang mendapat sponsor dari Yayasan Keanekaragaman Hayati (Kehati) pada tahun 1998-1999 mulai melakukan konservasi. Dengan dana Rp 25 juta, yayasan membeli kambing itu dari nelayan, kemudian menitipkannya.
Mereka yang dititipi berhak mendapat induknya, namun berkewajiban untuk menyerahkan anakannya. Dari anakan ini, yayasan kemudian menitipkannya lagi ke peternak lainnya yang diharapkan agar terus berkembang hingga kambing ini bisa lestari.
Akan tetapi, upaya ini hanya berlangsung dua tahun akibat yayasan kesulitan dana untuk melestarikan kambing itu. Dana dari Kehati hanya dapat digunakan selama dua tahun itu.
Di sisi lain, dengan alasan tertentu akibat desakan ekonomi, kambing-kambing itu tidak terurus dengan baik. Bahkan, peternak juga ada yang menjualnya hingga upaya pelestarian terhambat.
Agar tidak makin punah, Yayasan Bali Tekno Hayati dengan bekerja sama BPTP melokalisasi kambing yang masih menjadi hak yayasan. Sebanyak tujuh ekor kambing akhirnya dipindah dan dipelihara di kebun percobaan BPTP Bali di Desa Sawe, Kabupaten Jembrana.
Dari tujuh ekor itu kini telah beranak menjadi 10 ekor. Kedua lembaga itu kini berusaha melestarikan satwa langka tersebut secara in situ atau di habitatnya, yaitu di Kabupaten Karangasem dan eks situ atau di luar habitatnya.
Mereka juga mencoba menyilangkan dengan kambing peranakan ettawah (PE). Dengan persilangan itu dihasilkan kambing gettah alias gembrong ettawah.
Saat ini, setidaknya terdapat enam induk kambing peranakan ettawah yang mengandung benih gembrong. Persilangan ini salah satunya dilakukan di Desa Bongancina, Kecamatan Bungsubiu, Kabupaten Buleleng. Harapannya, agar kambing gembrong tidak punah.
Upaya pelestarian ini masih jauh dari yang diharapkan. Jumlah kambing itu masih bisa makin berkurang kalau tidak ada upaya serius untuk melestarikannya. Apalagi sebagian besar kambing yang masih hidup berada di tangan peternak atau nelayan yang miskin. Masih banyak dibutuhkan bantuan dan dukungan dari semua pihak agar kambing ini tidak lenyap.
Mengharapkan bantuan pemerintah? Mungkin masih sulit untuk mendapatkan bantuan pemerintah untuk urusan yang satu ini. Pemerintah belum banyak memperhatikan masalah seperti ini. Pemerintah masih sibuk dengan urusan ekonomi dan politik yang belum selesai hingga sekarang.
Siapa tahu ada sponsor yang mau membantu pelestarian kambing yang satu ini. Sayang bila kambing gembrong hilang dari muka Bumi hanya karena kita lalai untuk melestarikannya.

*foto kambing gembrong :: yang kalo dilihat bentuk tubuhnya sudah lebih banyak ciri fisiologis kambing ettawanya*
10.Kambing Boer
Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang ter-registrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata “Boer” artinya petani. Kambing Boer merupakan satu-satunya kambing pedaging yang sesungguhnya, yang ada di dunia karena pertumbuhannya yang cepat. Kambing ini dapat mencapai berat dipasarkan 35 – 45 kg pada umur lima hingga enam bulan, dengan rataan pertambahan berat tubuh antara 0,02 – 0,04 kg per hari. Keragaman ini tergantung pada banyaknya susu dari induk dan ransum pakan sehari-harinya. Dibandingkan dengan kambing perah lokal, persentase daging pada karkas kambing Boer jauh lebih tinggi dan mencapai 40% – 50% dari berat tubuhnya
Kambing Boer dapat dikenali dengan mudah dari tubuhnya yang lebar, panjang, dalam, berbulu putih, berkaki pendek, berhidung cembung, bertelinga panjang menggantung, berkepala warna coklat kemerahan atau coklat muda hingga coklat tua. Beberapa kambing Boer memiliki garis putih ke bawah di wajahnya. Kulitnya berwarna coklat yang melindungi dirinya dari kanker kulit akibat sengatan sinar matahari langsung. Kambing ini sangat suka berjemur di siang hari.
.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management